PRODUKTIF: Warga binaan di Lapas Porong sedang mengepres produk sandaran kursi.(Boy Slamet/Jawa Pos/JawaPos.com) |
bagai Lapas Industri, Lapas Kelas I Surabaya mempunyai berbagai macam unit kegiatan kerja. Salah satunya pembuatan sandaran kursi yang memanfaatkan kayu bekas.
FAJRIN MARHAENDRA
DI sebuah ruang kerja di Lapas Kelas I Surabaya, belasan warga binaan alias narapidana terlihat sibuk pada Senin (20/2). Mereka tengah terlibat dalam pembuatan sandaran kursi. Aktivitas mereka beragam. Mulai mengelem, merekatkan, hingga mengampelas. Tangan para warga binaan tersebut terlihat cekatan.
Sebagian di antaranya lantas mengeluarkan tripleks yang basah karena terkena guyuran hujan. Tripleks-tripleks tersebut lantas dipanaskan di bawah terik sinar matahari pagi itu. ''Kalau hujan, ya begini ini, kerjaan kita jadi dua kali,'' ujar Kepala Bimbingan Kerja Lapas Kelas I Surabaya Sumardi yang mendampingi para warga binaan.
Industri sandaran kursi itu memang ada sejak lima tahun silam. Industri tersebut memanfaatkan tripleks bekas. Bahan bakunya didatangkan dari sebuah pabrik di Gresik. ''Ini sebenarnya bahan baku pembakaran, tapi kami manfaatkan untuk membuat sandaran kursi,'' katanya.
Tripleks-tripleks itu digabung, lalu dilem. Ukurannya menyesuaikan cetakan yang sudah disediakan. Begitu juga ketebalannya. Untuk kursi ukuran besar, biasanya semakin tebal. ''Yang kami kerjakan sesuai dengan pesanan pabrik saja,'' tutur Sumardi.
Setelah dilem dan direkatkan, lembaran tripleks harus di-press lagi agar lebih padat. Kemudian, finishing-nya adalah menggunakan gergaji dan ampelas agar hasilnya lebih bagus. ''Sehari bisa puluhan yang dihasilkan,'' paparnya.
Hasil kerja warga binaan tersebut selanjutnya disetorkan ke produsen kursi di Surabaya. Kursi-kursi yang sudah jadi lantas dipasarkan ke berbagai daerah di Jawa.
Meski begitu, Kepala Lapas Kelas I Surabaya Riyanto menyatakan masih banyak kekurangan dari produk tersebut. Salah satunya, produk yang dihasilkan gampang mengelupas. Pemesan pun mengembalikannya ke Lapas Porong.
Setelah diteliti, salah satu penyebabnya adalah alat untuk merekatkan tripleks masih kurang kuat. Apalagi, alat tersebut hanya bergantung pada kekuatan tenaga manusia.
Karena itu, pria asal Kebumen tersebut berencana memperbaiki kualitas garapan warga binaan. Mereka dalam waktu dekat menggunakan mesin press yang daya tekannya lebih kuat. ''Sudah kami siapkan kebutuhan listriknya,'' jelasnya.
Rencananya, produksi kursi di lapas dimulai tahun ini. Dengan begitu, akan lebih banyak lagi tenaga kerja yang terserap. Selain itu, bayaran untuk warga binaan akan semakin besar. Selama ini mereka mendapatkan komisi dari kegiatan itu. Komisi tersebut harus ditabung dan dapat diambil saat mereka keluar nanti. ''Kalau dianggap layak, bisa saja nanti diproduksi di sini,'' jelasnya.
Selain itu, pada waktu senggang para warga binaan bisa menyelesaikan barang-barang berbahan kayu. Misalnya, membuat lemari, meja, dan laci. Tidak jarang, mereka juga menerima order dari pihak luar. ''Kalau yang ini (buat lemari) hanya sampingan, kalau ada yang pesan baru buat,'' tutur Kurniawan, salah satu warga binaan yang kebetulan tengah menyelesaikan lemari siang itu.
Kurniawan mengatakan bersyukur bisa belajar banyak tentang pertukangan selama menghuni lapas. Setelah belajar selama tiga tahun, kini dia sudah mahir membuat beberapa produk dari kayu. ''Alhamdulillah, ini untuk bekal saat bebas nanti,'' papar pria asal Prigen, Pasuruan, itu.
Saking betahnya, dia malah berencana terus bekerja di lapas. Sebab, dia mengaku berutang budi dengan pihak lapas yang selama ini mengajarinya. ''Tapi, kalau malam tetap kepikiran keluarga di rumah, jadi tetap pengin pulang dulu,'' ungkap bapak dua anak tersebut. (*/c15/git/sep/JPG)
Sumber : http://www.jawapos.com