Berita Bola | Berita Terkini | Agen Bola | Sbobet | Judi Bola Terpercaya
Politik - Tempo baru saja merilis dan mengadakan acara penghargaan kepada 10 kepala daerah teladan yang dipilih dan diseleksi versi media Tempo. Acara diadakan pada Jumat (3/3.2017) di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta.
Diantara 10 kepala daerah yang dipilih sebagai kepala daerah teladan, ada nama-nama tenar seperti Tri Rismaharini, Walikota Surabaya dan Ridwan Kamil, Walikota Bandung. Adapun kesepuluh tokoh kepala daerah teladan pilihan versi Tempo adalah Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Bupati Bojonegoro Suyoto, Bupati Bantaeng Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, Bupati Batang Jawa Tengah Yoyok Riyo Sudibyo, dan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil.
Selain itu Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Bupati Tapin Kalimantan Selatan Arifin Arpan, Bupati Malinau Kalimantan Utara Yansen Tipa Padan, Bupati Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta Hasto Wardoyo, dan Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto.
Masih dari sumber yang sama, pemimpin Redaksi Majalah Tempo Arif Zulkifli mengatakan tradisi Tempo dalam memilih kepala daerah teladan dimulai pada 2008. Ia mengatakan awalnya pemilihan dilakukan dalam satu tahun sekali.
Namun dengan pertimbangan kualitas pemenang penghargaan maka pemilihan dilakukan 3-4 tahun sekali. "Harapannya pemilihan kepala daerah yang baru bisa memilih pemimpin-pemimpin yang baru," kata dia.
Tidak adanya nama Ahok
Namun dari semua nama-nama kepala daerah yang ada, terdapat keanehan. Mengapa nama Ahok sebagai kepala daerah teladan tidak ada disana? Padahal nama-nama beken seperti Ridwan Kamil dan Tri Rismaharini ada disana.
Bahkan mereka adalah orang yang dulu digadang-gadang sebagai lawan Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2017 sebelum Agus Sylvi ataupun Anies Sandi muncul sebelum mereka memilih untuk tidak ikut. Bukankah Ahok juga kepala daerah yang berhasil bagi banyak orang?
Sekali lagi pertanyaan diatas menarik didiskusikan. Bukankah Ahok juga telah dapat merubah wajah Jakarta seperti diberitakan di media massa dan media sosial. Bukankah Ahok juga pernah mendapatkan penghargaan sebagai tokoh anti corruption watch? Bukankah Ahok telah diberitakan dan diliput media-media luar negeri sebagai tokoh yang dapat mempengaruhi bangsa Indonesia?
Untuk kesekian kalinya pertanyaan ini akan banyak muncul di tengah-tengah masyarakat. Apa lagi menjelang Pilkada DKI putaran kedua. Lawan politik bisa saja menggunakan fakta ini untuk menyerang Ahok.
Mengingat Ahok selalu dibangga-banggakan pendukungnya dengan segala keberhasilannya dan segala bentuk kepuasan publik akan kinerjanya. Akankah semua prestasi yang diraih Ahok sirna karena fakta nama Ahok tidak ada dalam 10 kepala daerah teladan pilihan Tempo? Mari simak analisis dan sudut pandang lain dari fakta ini.
Alasan pertama bahwa penghargaan ini ditujukan kepada Bupati maupun Walikota. Sementara Ahok adalah seorang Gubernur. Selain itu, Walikota yang dipimpin Ahok adalah Walikota administratif yang dipilih langsung oleh dia sehingga level DKI hanya selalu akan disandingkan dengan Provinsi. Namun bila harus disandingkan untuk penghargaan kepala daerah, maka ada beberapa kemungkinan untuk dilihat.
Sudah tidak rahasia lagi media Tempo tidak begitu bersahabat dengan Ahok. Sejak kasus suap reklamasi yang melibatkan anggota DPRD DKI Jakarta dari Gerindra, Mohammad Sanusi, mencuat ke permukaan, berbagai pemberitaan miring tentang Ahok sangat ramai di media Tempo.
Jika sebelumnya media ini selalu sering memberitakan sisi positif dan keberhasilan Ahok sekarang sudah tidak lagi. Sehingga keobjektifan media ini dalam menilai Ahok susah untuk diharapkan. Apa lagi jika dihubungkan dengan kultwit @kurawa yang mengungkap permasalahan Tempo dan hubungannya dengan Ahok dapat memperjelas situasi yang terjadi.
Sejenak kita lupakan permasalahan Tempo dengan Ahok, kita coba masuk ke inti permasalahan. Mungkin pernah mendengar kisah seorang anak yang seharusnya menjadi juara 1 di kelas ataupun pada saat lomba justru tidak mendapatkannya dengan berbagai cara ketidakadilan. Itu tidak hanya cerita belaka, itu memang cerita fakta. Begitu juga dengan yang dialami Ahok.
Jika Ahok dinobatkan sebagai kepala daerah teladan pun versi salah satu media, bisa jadi masalah bagi kelanjutan bisnis media tersebut. Mengingat Ahok juga menjadi pembicaraan sensitif bagi sebagian orang.
Mungkin masih segar diingatan kita bagaimana Sari Roti diboikot dan bisnisnya terganggu hanya karena Sari Roti tidak mau disangkutpautkan dengan aksi 411 ataupun aksi 212. Sesuatu yang ditakuti bagi bisnis perusahaan. Namun berita buruk tentang Ahok akan sangat laku sebab Ahok memiliki banyak fans dan di saat bersamaan punya haters akut.
Lalu apa arti penghargaan yang diberikan Tempo? Jika mereka mengklaim penghargaan tersebut untuk menambah semangat, menginspirasi dan membuat kota/kabupaten yang dipimpin menjadi lebih maju, itu sikap yang baik dan sah-sah saja.
Memang perlu juga kepala daerah yang berhasil untuk dihargai. Namun itu bukan segala-galanya. Kepentingan politik sangat kental untuk menilai aktor politik. Semoga saja penghargaan ini tidak sebatas penghargaan.
Lantas bagaimana dengan Ahok? Ahok adalah contoh kepala daerah yang sebenarnya tidak butuh penghargaan sebagai kepala daerah teladan karena sesungguhnya sudah menjadi teladan lewat semua kelebihannya dan sedikit kekurangnnya.
Tanpa mendapatkan penghargaan pun, Ahok sudah mendapatkannya. Masyarakat menjadi saksi keteladanannya dalam menahkodai Jakarta. Keteladanannya akan diakui bila dia sudah tidak Gubernur DKI lagi.
Masih segar diingatan kita bahwa di zaman Ahok, Pemprov DKI Jakarta juga tidak pernah lagi mendapatkan penghargaan Adipura. Sementara zaman Gubernur Foke, DKI selalu dapat penghargaan Adipura.
Padahal publik mengakui perubahan dan keberhasilan Ahok serta mengaku puas atas kinerjanya. Lalu mengapa tidak dapat penghargaan Adipura? Sesuatu yang tidak perlu dijawab lagi karena fakta dan hasil kerja Ahok sudah berbicara. Namun Ahok sendiripun pernah memborong semua penghargaan dari Bappenas
Pada akhirnya penghargaan tetaplah penghargaan yang bisa diragukan. Juga penghargaan tidak selamanya menjamin orang yang tidak mendapat penghargaan tidak berprestasi. Seperti misalnya pemain sepakbola, tanpa Ballon D'or pun Ryan Gigs, Fransesco Totti, Andrea Pirlo, Eric Cantona dan lain lagi sudah menjadi legenda.
Namun fakta akan berbicara kepada publik siapa yang layak disebut teladan. Kebenaran akan fakta yang ada tidak akan pernah berbohong. Prestasi Ahok sudah bisa dirasakan masyarakat DKI sehingga tanpa penghargaan pun dia sudah berprestasi dan menjadi teladan.
AFILIASI :